Berasal dari bahasa Arab, masjid secara etimologis berarti tempat
sujud. Sedangkan secara terminologis, masjid adalah tempat melakukan
kegiatan ibadah dalam makna luas. Dengan demikian, masjid merupakan
bangunan yang sengaja didirikan umat muslim untuk melaksanakan shalat
berjamaah dan berbagai keperluan lain yang terkait dengan kemaslahatan
umat muslim.
Akan tetapi, bila mencermati perkembangan dewasa ini, fungsinya yang
kedua ini cenderung mulai berkurang, hal ini lantaran masjid sering
hanya dipahami semata-mata untuk sujud sebagaimana dilakukan dalam
shalat. Masjid memiliki peran yang signifikan dalam mengembangkan dan
membangun kapabilitas intelektual umat, kegiatan sosial kemasyarakatan,
meningkatkan perekonomian umat, dan menjadi ruang diskusi untuk mencari
solusi permasalahan umat terkini
Akan tetapi, fungsi strategis di atas belakangan ini ternyata sudah
banyak mengalami pergeseran. Bahkan, ada kecenderungan umum bahwa masjid
lebih difungsikan dari aspek sakralnya saja, yakni ritual seremonial.
Sebaliknya fungsi-fungsi pendidikan dan sosialnya justru kurang mendapat
prioritas. Dan yang paling ironi kebanyakan dari pengurus masjid saat
ini lebih memperhatikan kemegahan bangunannya. Kondisi inilah yang
diprediksi menjadi salah satu faktor penyebab terhambatnya kemajuan umat
Islam dan rapuhnya kesatuan umat Islam. Selain itu, barangkali pula,
yang menjadi salah satu faktor penyebab mundurnya peradaban dan umat
Islam. Padahal, masjid merupakan tempat yang cukup strategis untuk
menjadi titik pijak penggerak kemajuan umat Islam dan titik temu dan
perbedaan simbol-simbol material dan strata sosial yang sering melekat
pada kehidupan masyarakat kita. Pendeknya, apa yang kita temui sekarang
ini, peran masjid telah direduksi sedemikian rupa sehingga masjid
cenderung berperan sebagai tempat pembinaan ibadah ritual semata.
Pada masa Nabi dan khulafa ar Rasyidin, masjid berfungsi sebagai
tempat beribadah, menuntut ilmu, dan merencanakan kegiatan
kemasyarakatan. Kaum muslimin membicarakan masalah-masalah agama,
pendidikan, sosial, politik, dan berbagai masalah kehidupan di masjid,
mengajak manusia pada keutamaan, kecintaan, pengetahuan, kesadaran
sosial, serta pengetahuan tentang hak dan kewajiban kepada Tuhan dan
Negara. Bermula dari masjid pula, mereka menyebarkan akhlak Islam dan
memberantas kebodohan. Oleh karena itu, masjid merupakan tempat paling
baik bagi kegiatan pendidikan dan pembentukan moral keagamaan.
Kita merasa prihatin menyaksikan banyaknya masjid yang sepi kegiatan
keislaman. Pada umumnya, rumah ibadah ini selalu dikunci dan hanya
dibuka pada waktu-waktu shalat. Dari sisi pertumbuhannya, masjid di
Indonesia sangat menggembirakan karena dari tahun ke tahun jumlahnya
kian bertambah. Kendati demikian, secara jujur harus diakui, bahwa
pemanfaatannya belum optimal. Oleh karena itu, perlu diupayakan berbagai
usaha untuk memakmurkannya, di samping memfungsikannya semaksimal
mungkin secara terus menerus. Karenanya, menjadi tanggung jawab umat
Islam khusus para pengelolanya untuk mengembalikan masjid sesuai
fungsinya semula sebagai pusat segala kegiatan kaum muslimin. Akan
tetapi, untuk memakmurkan masjid melalui optimalisasi peran dan
fungsinya tersebut di atas tidaklah mudah, diperlukan kemampuan
manajerial (idarah) dan kesiapan waktu dari para pengelola masjid.
Tentunya harus ada pembenahan internal dari jamaah masjid itu sendiri.
Setidaknya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain,
mengaktifkan kepengurusan masjid, mengaktifkan kegiatan masjid,
meningkatkan kepedulian terhadap amanah masjid, meningkatkan kualitas
manajemen (idarah) masjid dan pemeliharaan fisik (ri’ayah) masjid.
Dalam upaya pemanfatan masjid, para pemerhati masjid termasuk di
dalamya para pengelola perlu mengadakan berbagai program disertai
fasilitas pendukungnya. Terdapat sejumlah kegiatan, yang perlu
dijalankan untuk memakmurkan dan mengembalikan masjid kepada fungsinya
sebagai pusat pemberdayaan dan pengembangan kaum Muslim, antara lain:
Mengintensifkan Kajian-kajian Keislaman (Majelis Ta’lim)
Dewasa ini, masyarakat melihat bahwa keberadaan majelis ta’lim merupakan salah satu alternatif bagi pembinaan mental keagamaan, sesuatu yang selama ini kurang dapat diberikan oleh lembaga pendidikan formal melalui kurikulum yang bersifat intrakurikuler.
Dewasa ini, masyarakat melihat bahwa keberadaan majelis ta’lim merupakan salah satu alternatif bagi pembinaan mental keagamaan, sesuatu yang selama ini kurang dapat diberikan oleh lembaga pendidikan formal melalui kurikulum yang bersifat intrakurikuler.
Pada saat lembaga-lembaga pendidikan formal, baik umum maupun agama,
yang dilaksanakan pemerintah maupun swasta mulai dirasa kurang mampu
membina mental keagamaan dan penguasaan terhadap tuntutan praktis dan
ajaran agama secara memuaskan. Lembaga-lembaga pendidikan umum dan
agama, sulit menghasilkan lulusan yang betul-betul memahami, menghayati,
dan mengamalkan ajaran agama dengan baik. Mereka tidak dapat membaca
ayat-ayat al-Quran dengan baik, melaksanakan ibadah shalat dengan baik,
kurang giat melakukan ibadah ritual, kurang dapat menjiwai ajaran dan
nilai—nilai ajaran agama serta mulai merosot akhlaknya. Munculnya
fenomena tersebut telah banyak dicarikan akar penyebabnya. Di antaranya,
kurangnya jam pelajaran agama, kurangnya perhatian dan waktu pembinaan
yang dilakukan orangtua di rumah, tidak sebandingnya bekal agama yang
dimiliki para siswa dengan tantangan arus budaya global yang berdampak
negatif, lingkungan yang kurang sehat, dan bergesernya konsep pendidikan
menjadi konsep pengajaran yang lebih menekankan pada pengisian otak si
anak dengan berbagai pengetahuan. Sejumlah alasán tersebut memberikan
peluang sangat luas dan terbuka bagi majelis taklim untuk menampilkan
keberadaannya sebagai wahana dan metode pembelajaran agama yang dinamis
dan demokratis, di tengah-tengah keformalan dan keterbatasan metode
pembelajaran agama secara klasikal dan konvensional di sekolah-sekolah
dan lembaga pendidikan formal lainnya.
Melibatkan para pemuda
Tidak diragukan lagi bahwa para pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam tatanan kehidupan manusia secara umum dan masyarakat kaum muslimin secara khusus, karena jika mereka pemuda yang baik dan terdidik dengan adab-adab Islam maka merekalah yang akan menyebarkan dan mendakwahkan kebaikan Islam serta menjadi nakhoda umat ini yang akan mengantarkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat. Hal ini dikarenakan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kepada mereka kekuatan badan dan kecemerlangan pemikiran untuk dapat melaksanakan semua hal tersebut.
Melibatkan para pemuda
Tidak diragukan lagi bahwa para pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam tatanan kehidupan manusia secara umum dan masyarakat kaum muslimin secara khusus, karena jika mereka pemuda yang baik dan terdidik dengan adab-adab Islam maka merekalah yang akan menyebarkan dan mendakwahkan kebaikan Islam serta menjadi nakhoda umat ini yang akan mengantarkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat. Hal ini dikarenakan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kepada mereka kekuatan badan dan kecemerlangan pemikiran untuk dapat melaksanakan semua hal tersebut.
Masjid dalam hal ini tentu saja juga memiliki peran dan posisi yang
strategis guna mengawal golongan generasi muda tersebut melewati masa
peralihannya yang penuh gejolak itu dengan baik, yaitu utamanya dalam
wadah organisasi remaja masjid. Tercatat, saat ini telah mulai banyak
berdiri organisasi remaja masjid di banyak masjid dan menjadi bagian
resmi dari struktur organisasi kepengurusan masjid. Di dalam organisasi
ini, para anggota remaja Islam dibina dan dibentuk karakter kepribadian
dan kecerdasannya sehingga kelak mampu menjalani kehidupan yang lebih
Islami. Caranya, lewat berbagai macam metode dan kegiatan, di mana
minat, bakat, dan kemampuan positif yang dimiliki para remaja tetap
dapat diakomodasi dan disalurkan.
Bagi masjid sendiri, keberadaan organisasi remaja masjid sejatinya
juga penting dalam mendukung tercapainya kemakmuran masjid yang
dicita-citakan. Pasalnya, kendati tanpa remaja kegiatan masjid tetap
bisa berjalan, namun secara jangka panjang tidak ada jaminan hal
tersebut akan terus berlangsung, bahkan menjadi lebih baik dan bermutu.
Bagaimanapun, keadaan masjid pada sepuluh, dua puluh, atau tiga puluh
tahun mendatang, salah satu tolok ukurnya adalah bagaimana kondisi
remajanya pada masa sekarang. Bila tidak ada pembinaan dan proses
pengkaderan yang terstruktur, berjenjang, dan berkesinambungan sejak
dini, bisa dipastikan masa depan masjid bersangkutan akan suram.
Hal demikian kiranya yang masih kurang dipahami oleh sementara
kalangan pemimpin masjid. Tidak heran, kalaupun terdapat organisasi
remaja masjid, proses awal pembentukkannya tidak melibatkan kalangan
remaja secara aktif dan luas. Sementara, dalam praktiknya pun organisasi
ini hanya ditempatkan sekadar “pelengkap penderita”, yang sewaktu-waktu
dapat dimobilisasi atau digerakkan oleh kalangan tua untuk membantu
merealisasikan aneka kegiatan masjid. Semisal, yang kerap terjadi, dalam
penyelenggaraan PHBI (Peringatan Hari Besar Islam) dan kerja bakti di
masjid.
Perpustakaan masjid
Salah satu faktor penyebab mundurnya peradaban dan umat Islam adalah jauhnya umat Islam dari ilmu pengetahuan (baca: buku). Pembinaan umat yang selama ini berjalan cenderung hanya menggunakan pendekatan komunikasi lisan satu arah yang justru membuat para jamaah terbiasa dengan budaya dengar. Pembinaan terpusat pada dai, ustadz, atau juru dakwah semata. Alhasil, jamaah tidak termotivasi, tidak mandiri, dan menjadi pasif dalam mendalami ajaran Islam.
Perpustakaan masjid
Salah satu faktor penyebab mundurnya peradaban dan umat Islam adalah jauhnya umat Islam dari ilmu pengetahuan (baca: buku). Pembinaan umat yang selama ini berjalan cenderung hanya menggunakan pendekatan komunikasi lisan satu arah yang justru membuat para jamaah terbiasa dengan budaya dengar. Pembinaan terpusat pada dai, ustadz, atau juru dakwah semata. Alhasil, jamaah tidak termotivasi, tidak mandiri, dan menjadi pasif dalam mendalami ajaran Islam.
Membaca merupakan bagian paling penting dari proses menuntut ilmu.
Dengan membaca kita jadi tahu apa yang selama ini tidak kita ketahui.
Dengan membaca inilah ilmu kita dapatkan, amal bisa kita tegakkan, dan
dakwah bisa kita suarakan, Perpustakaan masjid sebagai perpustakaan
komunitas bisa menjadi sebuah alternatif yang sangat bagus jika dikelola
dengan baik. Bayangkan, jika setiap masjid di kampung dan desa
mempunyai perpustakaan, tentu akan semakin mudah bagi masyarakat untuk
mengakses bahan-bahan bacaan, Perpustakaan masjid akan menjadi sumber
bacaan yang lebih merakyat karena tidak membutuhkan birokrasi yang
rumit. Namun kenyataannya, praktek di lapangan sering berbeda dengan
kondisi ideal yang diinginkan
Kesimpulan
Dari sisi pertumbuhannya, masjid sangat menggembirakan karena dari tahun ke tahun jumlahnya kian bertambah. Kendati demikian, secara jujur harus diakui, bahwa pemanfaatannya belum optimal. Oleh karena itu, perlu diupayakan berbagai usaha untuk memakmurkannya, di samping memfungsikannya semaksimal mungkin secara terus menerus. Karenanya, menjadi tanggung jawab umat Islam khusus para pengelolanya untuk mengembalikan masjid sesuai fungsinya semula, sebagai pusat segala kegiatan kaum muslimin. Akan tetapi, untuk memakmurkan masjid melalui optimalisasi peran dan fungsinya tersebut di atas tidaklah mudah, diperlukan kemampuan manajerial (idarah) dan kesiapan waktu dari para pengelola masjid. Tentunya harus ada pembenahan internal dari jamaah masjid itu sendiri. Setidaknya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain, Perlunya pemahaman akan pentingnya peran dan fungsi masjid sebagai wadah dalam perbaikan umat, mengaktifkan kepengurusan masjid, mengaktifkan kegiatan masjid, meningkatkan kepedulian terhadap amanah masjid, meningkatkan kualitas manajemen (idarah) masjid dan pemeliharaan fisik (ri’ayah) masjid. [Gishar Hamka]
Dari sisi pertumbuhannya, masjid sangat menggembirakan karena dari tahun ke tahun jumlahnya kian bertambah. Kendati demikian, secara jujur harus diakui, bahwa pemanfaatannya belum optimal. Oleh karena itu, perlu diupayakan berbagai usaha untuk memakmurkannya, di samping memfungsikannya semaksimal mungkin secara terus menerus. Karenanya, menjadi tanggung jawab umat Islam khusus para pengelolanya untuk mengembalikan masjid sesuai fungsinya semula, sebagai pusat segala kegiatan kaum muslimin. Akan tetapi, untuk memakmurkan masjid melalui optimalisasi peran dan fungsinya tersebut di atas tidaklah mudah, diperlukan kemampuan manajerial (idarah) dan kesiapan waktu dari para pengelola masjid. Tentunya harus ada pembenahan internal dari jamaah masjid itu sendiri. Setidaknya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain, Perlunya pemahaman akan pentingnya peran dan fungsi masjid sebagai wadah dalam perbaikan umat, mengaktifkan kepengurusan masjid, mengaktifkan kegiatan masjid, meningkatkan kepedulian terhadap amanah masjid, meningkatkan kualitas manajemen (idarah) masjid dan pemeliharaan fisik (ri’ayah) masjid. [Gishar Hamka]
(Buletin Nasional Al Balagh Edisi 09/Rabiut tsani 1431 H/2 April 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon mengisi Komentar karena kritik, saran & komentar sangat kami butuhkan...